Text Widget

Selamat datang di blog saya dan selamat menikmati. Semoga bermanfaat bagi anda dan jangan lupa datang lagi!!!
NB: Jika anda ingin copas dari blog saya, saya harap anda memasukkan sumbernya. Terima Kasih!!!

Sabtu, 01 Juni 2013

Mutiara Nusantara


Semua orang berhak mendapatkan pendidikan dan menggapai cita-citanya.
Pada saat ini cukup banyak anak-anak di Indonesia yang tidak dapat bersekolah. Jadi, sangat beruntung bagi mereka yang dapat bersekolah dan mendapat pendidikan yang sudah seharusnya mereka miliki.
Tepat pukul 08.00 WITA, jam pelajaran pertama di mulai di SMPN 6 Marabahan. Di antara banyaknya siswa, ada salah seorang dari mereka yang bernama Panji. Panji adalah anak yang pekerja keras, disiplin dan selalu berpenampilan rapi ketika pergi ke sekolah. Tidak salah kalau teman-teman mereka banyak yang menyukainya.
Guru yang mengajar lalu mengabsen siswa-siswinya dan ternyata Panji tidak ada di ruang kelas. Guru itu lalu kebingungan karena tidak biasanya Panji absen dari jam pelajaran.
Ketika pelajaran berlangsung, tiba-tiba ada anak yang masuk dengan pakaian yang berantakan dan ternyata itu adalah Panji.
 “Maaf Bu, saya terlambat.” Kata Panji yang terlihat sangat lelah.
“Ya sudah, cepat duduk. Tapi, kenapa pakaianmu berantakan sekali dan kenapa kamu datang terlambat? Bahkan kamu terlihat sangat lelah, baru pertama kali Ibu melihatmu seperti ini.” Tanya guru yang sedang mengajar di kelasnya dengan wajah terheran-heran.
“Jadi begini Bu, tadi saya jatuh dan ban sepeda saya kempes. Jadi, saya terpaksa jalan kaki sambil mendorong sepeda ke sekolah karena tidak ada bengkel yang buka.” sahut Panji dengan nafas terengah-engah.
Panji memang disukai teman-temannya, tapi ada juga yang membencinya. Andi adalah salah satu teman sekelas Panji yang membenci Panji, mungkin hal tersebut ia lakukan karena dia sirik dengan Panji. Teman Panji yang bernama Andi ini merasa aneh dan tidak percaya dengan jawaban dari Panji. Ketika jam istirahat, tanpa diketahui Panji, Andi memeriksa ban sepeda Panji dan ternyata tidak ada kebocoran pada bannya, bahkan tidak ada lecet sedikit pun pada bagian tubuh sepedenya. Akhirnya, Andi pun menyebarkan berita bahwa Panji sebenarnya berbohong, dia mengatakan bahwa Panji memang sengaja terlambat dan mencari-cari alasan agar tidak dikenai hukuman.
Doni dan Nita, itu lah nama kedua sahabat yang masih menemani Panji meskipun Panji dikatakan sebagai pembohong.
Keesokan harinya, Panji tidak hadir di sekolah. Kedua sahabat Panji sangat bingung kemana sebenarnya Panji pergi.
“Besok, seluruh siswa diharapkan memakai pakaian bebas pantas, karena akan ada gotong royong dengan tujuan  membersihkan lingkungan sekolah sekaligus agar sekolah kita dapat memenangkan lomba sekolah dengan lingkungan terbersih di Kabupaten Barito Kuala,” Demikian pengumuman yang disampaikan oleh kepala sekolah sesaat sebelum jam pelajaran berakhir.
Ketika pulang sekolah, Doni dan Nita sangat terkejut karena seorang anak yang seharusnya bersekolah malah memulung sampah di pinggiran jalan raya. Doni dan Nita sangat bingung karena melihat topi yang biasa dipakai oleh Panji malah dipakai oleh pemulung itu. Bahkan, di topi itu tertulis nama “Panji”.
“Don, coba kamu lihat anak yang sedang mulung itu! Dia sangat mirip dengan Panji bkan? Bahkan topi yang ia pakai tertulis nama Panji.” kata Nita sambil menunjuk ke arah si pemulung.
“Wah... benar sekali. Itu pasti Panji.” Jawab Doni.
Akhirnya, Doni dan Nita mendatangi si pemulung itu.
“Kamu Panji kan?” kata Doni sambil membuka topi si pemulung.
Panji sangat terkejut setelah membuka topi itu, ternyata pemulung itu bukanlah Panji.
“Maaf, tapi saya bukan Panji. Saya Indra.” Jawab Indra dengan wajah yang bingung.
“Oh, maaf. Kami kira kamu Panji,” sahut Doni dengan wajah malu.
“Tapi, kalau boleh kami tahu, dari mana kamu mendapatkan topi itu?” Kata Nita sambil menunjuk ke arah topi Indra.
“Kalau masalah topi ini, saya mendapatkannya dari seorang anak laki-laki yang membantu saya memulung dua hari yang lalu,” jawab Indra.
“Oh, jadi begitu, itu pasti Panji. Pantas saja dua hari yang lalu Panji datang ke sekolah dengan pakaian yang berantakan. Sungguh mulia perbuatan Panji, aku merasa bangga menjadi sahabatnya selama ini,” kata Nita sambil tersenyum.
“Betul, Nit, aku juga merasa sangat bangga padanya. Tapi, kenapa tadi Panji tidak hadir ke sekolah? Apakah tadi dia membantumu memulung lagi?” Tanya Doni sambil menoleh ke arah Indra.
“Hmm... Kalau soal itu aku tidak tahu, mungkin lebih baik kalau kalian langsung mendatangi ke rumahnya saja,” sahut Indra.
“Hei, kamu jangan pura-pura tidak tahu, cepat katakan dimana Panji!” ucap Doni dengan keras.
“Apa-apaan kamu ini, Don. Bukankah seorang pelajar harus bisa mengendalikan dirinya sendiri! Ya sudah, kalau begitu kami pergi dulu.” Ucap Nita.
Doni dan Nita lalu pergi ke rumah Panji.
Sesampainya di rumah Panji.
“Assalamualaikum!” Doni dan Nita memberi salam sambil mengetuk pintu rumah Panji.
“Waalaikum salam,” dari dalam terdengar suara Panji lalu pintu dibuka.
“Eh, Doni dan Nita. Ayo masuk, kita ngobrolnya di dalam saja!”
Mereka lalu masuk ke dalam rumah Panji.
“Begini Ji, kami hanya ingin bertanya kenapa tadi kamu tidak masuk sekolah?” tanya Nita ingin tahu.
 “Aku tidak hadir ke sekolah karena aku sedang berusaha mengumpulkan uang dengan bekerja keras dan dengan berbagai macam pekerjaan” jawab Panji.
“Tapi, untuk apa kamu lakukan semua itu? tanya Doni.
“Aku melakukan semua itu agar bisa membantu teman ku Indra bersekolah. Dulu waktu aku datang terlambat dengan pakaian kotor, itu juga karena aku membantu teman ku Indra memulung sampah,” jawab Panji.
“Tapi, kenapa kau membohongi teman-teman dan gurumu sendiri?” Nita terheran-heran.
“Aku terpaksa berbohong, aku hanya tidak ingin orang berpikiran kalau aku mempamer-pamerkan kebaikan. Aku juga sangat menyesal telah membohongi kalian semua,” jawab Panji dengan wajah menyesal.
“Biar bagaimana pun tetap saja itu namanya berbohong. Sebaiknya, besok kamu datang ke sekolah dan segera meminta maaf kepada teman-teman dan guru yang telah kamu bohongi,” Kata Doni dengan tegas.
“Tentu! Besok aku pasti akan meminta maaf pada mereka. Sekali pun nanti guru akan memberikanku sanksi, aku tidak akan takut, karena semua itu memang kesalahanku,” Sahut Panji dengan tegas pula.
“Oh, iya, hampir saja aku lupa. Jadi, besok itu kita disuruh memakai pakaian bebas pantas, karena besok kita akan bergotong royong membersihkan lingkungan sekolah kita.” Kata Doni.
“Hmm... “ Panji berpikir keras.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Tanya Nita kebingungan.
“Aku sedang memikirkan bagaimana kalau nanti sampah yang ada di lingkungan sekolah kita, kita jual saja lalu hasilnya kita berikan kepada Indra. Semoga saja dana yang terkumpul dapat membantu Indra membeli seragam sekolah dan bersekolah layaknya kita dan anak-anak yang lainnya,” jawab Panji.
“Wah... Ide bagus tuh, Ji!” Sahut Nita dengan wajah terkagum-kagum.
“Kalau begitu kita sepakat bahwa besok kita akan menjual sampah-sampah itu dan memberikan semua hasil penjualannya kepada teman kita Indra.” kata Panji
“Ya sudah, kalau begitu kami pulang dulu. Sampai bertemu besok.” Ucap Nita.
Doni dan Nita lalu pergi meninggalkan rumah Panji dan kembali ke rumah mereka masing-masing.
Keesokan harinya, ketika berangkat sekolah, Doni bertemu dengan Panji.
“Eh, Ji, apakah kamu yakin Indra perlu bantuan kita?” tanya Doni.
“Hmm... aku juga tidak tahu apakah dia memerlukan bantuan kita atau tidak. Tapi, kamu harus ingat, kita tidak perlu tahu apakah orang lain membutuhkan kita atau tidak, yang penting kita selalu ada untuk mereka,” jelasnya.
Sesampainya di sekolah, Panji segera meminta maaf kepada teman-temannya karena telah berbohong. Semua itu mendapat balasan positif dari teman-temannya. Setelah itu, Panji meminta maaf pada guru yang telah ia bohongi.
“Maaf mengganggu Bu!” kata Panji
“Iya, tidak apa-apa. Ada keperluan apa ya, Panji?” tanya gurunya
“Begini Bu, sebenarnya dua hari yang lalu saya datang terlambat bukan karena terjatuh atau ban sepeda kempes, tapi karena saya membantu seorang anak yang sedang memulung sampah. Saya hanya ingin membantunya membeli seragam agar bisa bersekolah layaknya saya dan teman-teman saya yang ada di sini. Tapi, kalau Ibu ingin menghukum saya karena telah berbohong, saya tidak akan mengeluh atau bahkan dendam pada Ibu, karena semua itu memang salah saya karena telah berbohong pada Ibu,” Jawabnya dengan wajah sangat malu dan menyesal.
“Ibu tidak akan memberimu hukuman,” ucap gurunya.
“Lo.. tapi kenapa Ibu tidak memberi saya hukuman?” Panji terheran-heran.
 “Alasan ibu tidak memberimu hukuman adalah karena kamu telah berani mengakui kesalahanmu dan berkata jujur. Justru Ibu bangga mempunyai murid sepertimu yang berani bertanggung jawab atas perbuatannya. Ya sudah, lebih baik sekarang kamu membantu teman-temanmu membersihkan lingkungan sekolah” Jawab si guru.
“Baiklah, Bu!” sahut Panji.
Setelah semua teman-temannya mengetahui tentang apa alasan Panji berbohong, keadaan berubah. Panji yang dijauhi dan dibenci karena telah berbohong menjadi kembali disukai banyak orang, sedangkan Andi menjadi anak yang sering dijauhi dan dibenci teman-temannya.
Sesudah bergotong royong dan sampah terkumpul, Panji bersama teman-temannya segera menjual sampah yang telah mereka kumpulkan dan memberikan dananya kepada Indra. Panji lalu mendatangi Indra.
“Indra!”, ucap Panji sambil berlari mengejar Indra.
“Eh, Panji, ada apa?” Indra kebingungan.
“Apakah kamu masih ingin bersekolah?” tanya Panji.
“Tentu, aku sangat ingin bersekolah seperti anak-anak yang lainnya.” Indra tampak sedih.
“Memangnya ada apa?” tanya Indra.
“Jadi begini, tadi sekolah kami mengadakan gotong royong membersihkan lingkungan sekolah, aku dan teman-temanku sepakat untuk mengumpulkan sampah-sampah yang ada di lingkungan sekolah kami dan menjualnya. Lalu, hasilnya akan kami kumpulkan dan kami serahkan kepadamu. Semoga saja, uang ini dapat membantumu untuk bersekolah.” Jelasnya
Panji lalu memberikan uang hasil gotong royong pada Indra.
“Wah... Terima kasih Panji.” Ucap Indra dengan sangat senang.
“Ingat, ketika kau sudah bersekolah nanti tetaplah jadi orang yang suka bekerja keras.” Kata Panji.
“Tentu, Panji!” sahut Indra.
“Ngomong-ngomong, apa sebenarnya cita-citamu? Tanya Panji.
“Sebenarnya aku ingin jadi pengusahan yang sukses.” Jawab Indra
“Aku yakin cita-citamu itu pasti akan tercapai, asal kamu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.” ucap Panji
 “Tapi, berjanjilah padaku bahwa suatu saat nanti kau akan jadi pengusaha yang sukses!” lanjutnya.
“Tentu, aku janji padamu.” Jawab Indra.
Dua puluh tahun kemudian, Panji, Doni dan Nita sudah menjadi orang yang sukses. Ada yang menjadi dokter gigi, dosen dan polisi. Tapi, tidak ada sedikit pun kabar mengenai Indra. Hingga, pada suatu hari. Panji, Doni dan Nita berkumpul di halaman rumah Panji dan saling menceritakan pengalaman hidup mereka selama bertahun-tahun yang lalu. Tiba-tiba, ada sebuah mobil mewah yang berhenti di depan di depan rumah Panji dan terlihat seorang laki-laki menggunakan jas berwarna hitam turun dari mobil itu.
“Apa benar ini rumah Panji?” tanya orang itu.
“Iya, benar. Kalau boleh saya tahu anda ini siapa?” tanya Panji dengan sopan.
“Saya hanya seorang pengusaha muda kaya raya yang dulunya adalah seorang pemulung.” Jawab orang itu.
“Apa? Jangan-jangan kamu ini Indra, apakah itu benar?” Panji terkejut.
Si pengusaha itu lalu tersenyum.
“Ya, benar sekali, aku memang Indra. Aku ke sini ingin membuktikan bahwa aku tidak pernah ingkar janji pada siapa pun.” Jelasnya.
Akhirnya, Panji, Nita, Doni dan Indra saling menceritakan pengalaman hidup mereka selama dua puluh tahun.

1 komentar:

  1. Aku nggak baca seluruhnya, sih. Tapi, endingnya menurutku lucu.
    Pesan dari ceritanya mudah dimengerti, meski masih ada beberapa kalimat yang janggal (menurutku, lho!).

    ~Piki Miaw :3

    BalasHapus